Ludwig Von Zinzendorf (Tahun 1700an)
Tahun 1700-an menghasilkan banyak maha- siswa yang menjadi pengubah dunia dan Count Ludwig von Zinzendorf adalah tokoh yang sangat menonjol. Lahir di Jerman pada tahun 1700, ia tumbuh besar dan kuliah di Universitas Wittenburg untuk belajar hukum. Pada usia 19 tahun, ia melihat lukisan Kristus yang sedang menderita di kayu salib dan sebuah inskripsi terbaca, “Semuanya ini Kulakukan untukmu, apa yang akan kau lakukan bagi-Ku?” Sejak saat itu, ia tahu bahwa tak ada hal lain lagi yang ia ingin lakukan selain menyerahkan dirinya untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia. Ia memulai gerakan doa dua puluh empat jam yang terfokus untuk bersyafaat bagi dunia yang kemudian terus berlanjut tak putus selama 100 tahun! Sebagai hasilnya, kelompok misinya, the Moravians (kaum Moravia), mengutus misionaris selama dua puluh tahun berikutnya, lebih banyak daripada semua misionaris yang pernah diutus kelompok Protestan atau Anglikan dalam 20 tahun sebelumnya! Ia memiliki kerinduan untuk memobilisasi dan mengutus pekerja ke tempat-tempat yang paling jauh di bumi.
William Carey (Tahun 1790an)
Warisan dari Zinzendorf menciptakan dampak global yang begitu cepat bagi Juruselamat, yang tidak berakhir saat kematiannya. Faktanya, seorang yang dianggap sebagai “Bapa Gerakan Misi Modern” sangat dipengaruhi oleh teladan Zinzendorf. William Carey adalah seorang otodidak, seorang pemuda usia mahasiswa ketika ia menangkap visi bagi dunia. Ia berdiri di meja tempatnya membuat sepatu saat bekerja, dan berdoa di peta dunia yang dibuatnya sendiri dengan dilapisi lempengan tembaga kasar dan digantungkan di dinding. Ketika berulang kali berusaha meyakinkan sekelompok pendeta untuk melakukan amanat Agung secara serius, mereka menegurnya dengan mengatakan, “Anak muda, duduklah. Jika Allah memilih untuk memenangkan orang kafir, Dia akan melakukannya tanpa bantuanmu atau bantuan kami!”
Sebagai respon, ia menulis sebuah buklet kecil yang menganalisis kebutuhan penginjilan dunia, dan ia meyakinkan sedikit rekan pendetanya untuk membentuk badan misis kecil yang mengutusnya ke India pada 1793. Carey dan bukletnya menyalakan api upaya penginjilan yang mendorong pembentukan banyak badan misi hingga 25 tahun kemudian. Carey sendiri mengabdikan seluruh hidupnya di India bagi Injil, menanam jemaat, dan menerjemahkan Kitab Suci ke dalam 40 bahasa dan dialek yang berbeda.
Samuel Mills dan Kelompok “Haystack Five” (Tahun 1800an)
Sementara keberanian Carey menimbulkan gejolak di Inggris, buklet kecilnya berhasil menyebe- rangi Atlantik dan sampai ke tangan lima mahasiswa di Williams College di Massachusetts. Di suatu sore yang hujan pada Agustus 1806, Samuel Mills, seorang mahasiswa semester pertama yang canggung dengan suara mencicit, beserta empat mahasiswa lainnya berkumpul untuk berdoa. Tiga dari antara mereka adalah mahasiswa baru (semeseter pertama) dan dua lainnya adalah mahasiswa tahun kedua. Mereka sementara membaca buklet Carey dan ingin mengambil waktu sejenak untuk bersyafaat bagi dunia. Ketika hujan reda dan mereka telah selesai berdoa, sambil menatap teman-temannya Mills menyemangati, “Kita bisa melakukan ini jika kita mau!” Kelima mahasiswa muda ini bukan hanya mulai kegerakan mahasiswa pertama secara nasional, tetapi mereka juga yang memulai enam badan misi pertama di Amerika Utara. Meskipun saat itu baru ada 25 universitas di Amerika (rata-rata setiap universitas memiliki 100 mahasiswa), lima sekawan “The Haystack Five” menolong meluncurkan kelompok studi dan doa misi sedunia yang disebut “Society of the Brethren” sesuai jumlah mereka. Kelima mahasiswa ini menyediakan bahan bakarnya, dan Allah memastikan nyala apinya bersinar semakin terang.
Luther Wishard (Tahun 1870an)
Di Amerika pada kahir abad ke-19, ada seorang yang baru saja lulus kuliah bernama Luther Wishard yang diangkat menjadi perwakilan sebuah badan misi di Inggris dan melakukan perjalanan ke kampus-kampus Amerika Serikat bagi kelompok-kelompok pertumbuhan Kristen ini. Pada 1878, setelah mendengar kisah tentang “Haystack Prayer Meeting” di Williams College yang terjadi 70 tahun silam, pemuda yang sepertinya kurang revolusioner ini menyadari bahwa misi dunia adalah bagian yang hilang dari hidup dan beritanya, jadi ia melakukan perjalanan ke Williams College untuk berbisnis dengan Allah. Berlutut di salju di samping monumen kampus yang dibangun untuk mengenang Samuel Mills dan “Haystack Five,” ia mencurahkan isi hatinya di hadapan Tuhan, berdoa, “Aku bersedia ke mana pun dan kapan pun untuk melakukan apa pun bagi Yesus. Dari mana air itu pernah mengalir, kiranya mengalir kembali.”
Pada hari itu ia menyerahkan diri tanpa syarat untuk melanjutkan warisan yang diberikan oleh kelompok Mills. Tujuan yang baru ia temukan menyatakan: “Kiranya para mahasiswa di tahun-tahun terakhir abad ini menyerap apa yang telah diupayakan oleh para rekan mahasiswa di awal abad ini…. Apa yang telah mereka mulai menjadi tugas kita untuk melengkapinya. Mereka memiliki kemauan, tetapi kemauan kita sekarang harus dibawa ke dalam rencana untuk menyerap tujuan mereka yang penuh keberanian.” Ia rindu untuk pergi ke luar negeri, tetapi bersedia tinggal demi mobilisasi generasi mahasiswa untuk menjangkau dunia bagi Kristus.
C.T. Studd dan Kelompok “ Cambridge Seven” (Awal Tahun 1880an)
Di awal 1880-an, Allah memakai sekelompok mahasiswa muda di Inggris yang disebut “The Cambridge” untuk menggerakkan upaya mobilisasi paling efektif di sepanjang sejarah: Student Volunteer Movement (SVM). Ketujuh bangsawan muda ini – dua diantaranya adalah atlet terkenal dan dua lainnya adalah opsir militer – membantu peluncuran badan misi China Inland Missions, dari organisasi yang kurang dikenal menjadi apa yang disebut sebuah surat kabar sebagai suatu “keterkenalan yang hampir”, menginpirasi ratusan rekrutmen bagi CIM dan badan misi lainnya.
Robert Wilder dan “Mount Hermon 100”
(Student Volunteer Movement)
Pada 1886, hanya beberapa bulan setelah 7 Alumni Cambridge berlayar ke China, Luther Wishard menghu- bungi pria yang sama, yang telah membawa ketujuh alumni Cambridge kepada Kristus dalam salah satu kebaktiannya di Inggris – D.L. Moody. Wishard mengundang Moody datang pada musim panas untuk berbicara selama satu bulan di Mount
Hermon Conference Center di Massachusetts kepada 251 mahasiswa dari 89 universitas di Amerika Serikat. Allah memakai Moody, Wishard, dan seorang mahasiswa senior Princeton, Robert Wilder, untuk mengobarkan semangat para mahasiswa itu. Ada 100 mahasiswa menyerahkan diri mereka untuk pelayanan misi lintas budaya. Meskipun konferensi 4 minggu itu seyogyanya tentang pendalaman Alkitab, Wilder membawa satu deklarasi: “Kami rela dan berkerinduan, jika Allah berkenan, untuk menjadi misionaris di luar negeri.” Di akhir kamp, 100 mahasiswa telah menandatangani pernyataan itu. “Mount Hermon 100” inilah yang menjadi fondasi SVM (Student Volunteer Movement) yang dengannya merekrut 100.000 mahasiswa untuk menjangkau dunia selama leih dari 40 tahun berikutnya (20.000 mahasiswa benar-benar pergi ke luar negeri, dan 80.000 mahasiswa lainnya tetap tinggal untuk mendukung dan mendirikan Laymen’s Missionary Movement). Beberapa dari 100 mahasiswa itu menjadi mobilisator keliling, sedangkan yang lain, menjadi misionaris yang penuh semangat. Sepasukan penghasut ini memilih untuk menambahkan satu frasa dalam judul buklet yang telah ditulis oleh 7 Alumni Cambridge setahun sebelumnya. Terukir di dalam hati mereka adalah motto yang diperluas seperti berikut ini: “Penginjilan dunia… dalam generasi ini!”
VISI-MISI PELAYANAN MAHASISWA
- Setiap mahasiswa Kristen menyadari bahwa keberadaannya sebagai mahasiswa bukanlah suatu kebetulan belaka, bukan pula sekedar hasil usaha kemampuan sendir Tugas sebagai mahasiswa adalah anugerah dari Allah semesta dan merupakan rencana-Nya sendiri bagi umat-Nya.
- Mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang diharapkan akan punya sumbangan dan peran berarti bagi kehidupan bangsa, dan tentunya gereja di masa depan.
- Siapapun orang Kristen, termasuk mahasiswa dan cendekiawan, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tubuh Kristus atau Gerej Mereka adalah murid Kristus yang memiliki kedudukan dan tanggung jawab yang sama dengan sesama orang Kristen yang lain. Apa yang menjadi tanggung jawab Gereja adalah tanggung jawab mahasiswa juga.
- Pelayanan mahasiswa merupakan pelayanan yang amat srtategis dan harus dipergumulkan dengan sungguh-sungguh.
“Siapa yang bisa melayani dan memuridkan mahasiswa dengan benar dan maksimal? Yang punya pola pikir sama dengan mereka, bahasa komunikasi yang terhubung dengan mereka, yang dekat dengan mereka dan hidup bersama mereka?” Mahasiswa itu sendirilah yang bisa melayani mereka. Mahasiswa Lahir Baru yang sudah dimuridkan untuk memuridkan. Bersyukurlah untuk anugerah pelayanan ini.